im ordinary

im ordinary

Rabu, 10 Februari 2010

Menikah membuatku kaya



Aku baru kembali dari kampung halaman, kembali merantau, ini ada sedikit oleh2 dari kampung.

Dua orang sepupuku, satu bernama Prima (nama disamarkan) kakak sepupu dari pihak ayahku, yang kupanggil “kiyai” menikah dengan seorang wanita cantik berjilbab pada bulan oktober 2009, dan yang satu lagi bernama Dina (nama disamarkan) adik sepupu dari pihak ibuku, menikah dengan seorang laki-laki pendiam pada bulan desember 2010. Keduanya sangat akrab denganku, terutama kiyai Prima, dia sudah ku anggap seperti kakak kandungku sendiri. Awalnya ketika kiyai mau menikah aku merasa sedih dan cemburu, karena selama proses itu dia “hilang”, seolah2 tidak butuh pendapatku lagi, seolah2 aku tidak berhak mengetahui siapa calonnya. Semenjak itu aku seperti tidak ikhlas kalau dia akan menikah, aku selalu menyebut hal ini “sayap kananku patah”. tiba2 saja aku dengar berita pernikahan itu sudah diputuskan bulan oktober 2009, aku tersenyum meringis, kenapa aku tidak mendengarnya langsung dari kiyai? Tidakkah dia menganggap ini hal yang penting yang harus aku dengar dari mulutnya langsung? Dua kali aku kecewa. Ketika waktunya tiba rasanya aku tidak mau pulang ke kampung halaman untuk menghadiri pernikahan itu. Tapi ibu terus berharap aku bisa pulang, akhirnya akupun pulang, dan membuang jauh2 rasa kecewa dan tidak ikhlas itu. Benar saja, karena aku tidak diprkenalkan dengan calonnya, ketika berhadapan aku merasa canggung, tidak tau harus menyebutnya apa, bahkan aku tidak tau namanya. Betapa hancur hati ini, aku tidak mengetahui apapun tentang bidadari yang akan mendampingi kiyaiku. Beberapa bulan sudah berlalu, ketika aku kembali lagi kekampung halaman dan bertemu lagi dengan istri kiyaiku, tidak sama sekali kami bicara seperti saudara, atau anggap saja aku juga adiknya, aku hanya menyalami tangannya, saat itu yang aku pikirkan bahan omongan apa yang tepat agar aku bisa berbincang2 dengannya. Masih memikirkan bahan omongan, aku memperhatikan hal yang perlahan-lahan membuat kekecewaanku pudar. Dia tidak meleps jilbabnya didalam rumah, pakaiannya sederhana dan sangat tertutup rapih, aku senang melihatnya. Dan lebih terkejut lagi dan membuat kekecewaanku akan pernikahan ini hilang adalah saat aku melihat kiyai menunaikan shalat, subhanallah…hal yang sudah bertahun-tahun tidak pernah ku lihat. Dia menengadahkan tangannya setelah shalat, hatiku berdegub kencang saat itu. Alhamdulillah, aku yakin ALLAH mengirimkan bidadari yang tepat untuk kiyai, aku yakin istrinyalah yang membimbingnya. Ketika aku kembali lagi ke perantauan, sudah kuikhlaskan pernikahan itu, dan merasa berterima kasih dengan istri kiyaiku. Thanks sista.

Kasus yang sama juga dialami Dina, alhamdulillah, kini di dalam perutnya ada calon bayi yang akan menambah suasana ramai rumah Dina. Bertahun-tahun pula aku tidak melihat Dina mengambil wudhu lalu shalat. Hal ini begitu indah, pernikahan membuatnya harus meminta dan berdoa kepada ALLAH untuk meminta perlindungan dan kebahagiaan. Sore itu aku shalat disebelahnya, gerakan shalatnya perlahan tapi pasti, tidak terlihat seperti orang yang sudah bertahun-tahun tidak shalat.

Ya, aku mengikhlaskan pernikahan kalian, pernikahan yang membawa berkah, pernikahan yang membuat kalian kaya, terutama kaya iman. Semoga kebahagiaan dan kemurahan rezeki dari ALLAH SWT terlimpah atas rumah tangga kalian.

Dan aku berharap, semua saudara-saudaraku yang tidak menganggap shalat adalah kewajiban, bahwa shalat juga menenangkan hati kita, sehingga membuat kita saling menyayangi satu sama lain, suatu saat akan ikhlas mengambil wudhu lalu menunaikan shalat, hanya kepada ALLAH Azza wajala.

Amin ya Rabbal’alamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar